Jakarta – Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa pemberian Surat Izin Praktik (SIP) sebagai dokter umum kepada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bersifat pilihan. Langkah ini bertujuan untuk meringankan tekanan finansial yang sering dialami oleh para peserta selama masa pendidikan mereka.
Menkes mengungkapkan bahwa banyak peserta PPDS kesulitan secara ekonomi karena tidak memiliki sumber pendapatan. Melalui kebijakan baru ini, peserta diberi kesempatan untuk tetap menjalankan praktik sebagai dokter umum tanpa mengganggu kewajiban pendidikan dan tanggung jawab klinis mereka.
Sebelumnya, PPDS hanya diizinkan memiliki satu Surat Tanda Registrasi (STR), yakni STR khusus peserta pendidikan spesialis, sehingga mereka tidak dapat berpraktik sebagai dokter umum secara sah. Namun, setelah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan diberlakukan, STR dokter umum tetap aktif selama masa pendidikan spesialis, memungkinkan PPDS bekerja di luar jam pendidikan di fasilitas kesehatan.
Hal ini diperkuat oleh Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (kini Konsil Kesehatan Indonesia) Nomor 21 Tahun 2014, yang menetapkan STR Peserta (STR-P) sebagai tanda registrasi resmi. STR-P ini disertai tiga salinan legalisir yang dapat digunakan untuk administrasi pendidikan dan pengajuan SIP untuk praktik mandiri.
Tujuan dari kebijakan ini adalah memberikan kepastian hukum dan membuka peluang kerja yang wajar bagi peserta PPDS.
“Kita ingin sistem pendidikan dokter spesialis kita sejalan dengan standar global. Idealnya, mereka tak perlu membayar untuk belajar, tetapi mendapatkan penghasilan melalui praktik,” ujar Budi.
Ia juga menambahkan bahwa PPDS berbasis rumah sakit telah menerima insentif dari aktivitas internal, dan dengan izin praktik sebagai dokter umum, peserta yang berbasis universitas tetap akan memperoleh dukungan dari pemerintah.
Budi menjelaskan, praktik dokter umum oleh PPDS bisa dilakukan di luar rumah sakit pendidikan, tetapi harus sejalan dengan ketentuan dari masing-masing program studi.
Selama ini, universitas bertanggung jawab atas rekrutmen dan pembiayaan pendidikan PPDS, sementara rumah sakit vertikal hanya menjadi tempat praktik.
dr. Mohammad Syahril dari Konsil Kesehatan Indonesia menambahkan bahwa peserta bisa mengajukan SIP untuk praktik di klinik swasta, selama memenuhi syarat yang ditentukan oleh masing-masing program studi. Beberapa Prodi mengizinkan praktik setelah tahun kedua atau ketiga pendidikan.
“Peserta dapat kembali menjalankan praktik sesuai kompetensi sebelumnya sebagai dokter umum, selama mematuhi peraturan Prodi,” kata dr. Syahril.
Menkes menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap jam kerja PPDS di rumah sakit pendidikan, dan meminta agar rumah sakit menerapkan jam kerja secara disiplin. Jika peserta lembur, mereka harus mendapat waktu istirahat yang cukup. Ia juga menyatakan bahwa peserta tidak seharusnya diberi tugas non-medis seperti mendorong ranjang pasien atau mengantar hasil lab.
“Hal-hal seperti ini bukan tanggung jawab mereka dan harus jadi perhatian langsung para direktur rumah sakit,” tegasnya.