Meskipun angka kematian bayi dan balita di Indonesia menunjukkan tren penurunan, posisi negara masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Ketua Tim Kerja Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah Kementerian Kesehatan, Wira Hartiti, menekankan perlunya upaya berkelanjutan, terutama pada masa neonatal yang menyumbang 59 persen dari kematian bayi.
“Meskipun angka kematian bayi dan balita sudah mendekati target RPJMN, posisi Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lain. Upaya untuk menekan angka kematian harus terus diperkuat,” kata Wira dalam webinar Evaluasi Program Kesehatan Balita dan Anak Prasekolah di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Selain kematian anak, kasus stunting juga menjadi perhatian utama pemerintah karena berdampak langsung pada kapasitas kognitif, perkembangan bahasa, dan produktivitas anak di masa depan. Wira menegaskan intervensi pada 16 provinsi yang menyumbang sekitar 80 persen kasus stunting harus mendapat perhatian khusus.
“Mencegah stunting bukan hanya soal mengatasi masalah gizi, tetapi juga meliputi edukasi keluarga, penguatan layanan kesehatan dasar, deteksi dini, dan tata laksana yang optimal agar balita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,” tambahnya.
Data SSGI 2024 menunjukkan, sekitar 3,6 juta balita stunting tersebar di 16 provinsi, dengan jumlah terbanyak berada di Jawa Barat (683.348 anak), Jawa Tengah (485.993), Jawa Timur (379.780), Sumatra Utara (315.456), Nusa Tenggara Timur (NTT) (214.143), dan Sulawesi Selatan (209.657).
Wira juga mengingatkan tren angka underweight yang justru meningkat, sehingga intervensi gizi harus diperkuat untuk menurunkan stunting secara signifikan.
Secara historis, tren Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia turun dari 57 per 1.000 kelahiran hidup pada 1995 menjadi 16,85 pada 2020, dengan target RPJMN 16 pada 2024 dan 9,9 pada 2029. Angka Kematian Balita (AkBa) turun dari 40 per 1.000 kelahiran hidup pada 2012 menjadi 19,83 pada 2020, dengan target 25 pada 2024 dan 11,29 pada 2029.
Meski ada perbaikan, posisi Indonesia masih tertinggal dari Singapura (AKB 1,72; AkBa 2,07) dan Malaysia (AKB 6,75; AkBa 8,08) pada tahun 2023.
Dengan situasi ini, pemerintah menegaskan pentingnya intervensi gizi, penguatan layanan kesehatan, dan edukasi keluarga sebagai strategi utama untuk menekan stunting sekaligus menurunkan angka kematian bayi dan balita.