Budaya

Menuju Kota 2045: Visi Baru Pembangunan Perkotaan Indonesia

8
×

Menuju Kota 2045: Visi Baru Pembangunan Perkotaan Indonesia

Sebarkan artikel ini
Suasana apel kehormatan dan renungan suci di Taman Kusuma Bangsa, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (16/8/2025) malam. Apel kehormatan dan renungan suci itu diikuti oleh sekitar 300 orang peserta untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan, serta menjadi bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/bar

Bayangan tentang kota Indonesia pada 2045 bukan lagi sekadar gedung tinggi, jalan lebar, atau pusat perbelanjaan modern. Lebih dari itu, pemerintah ingin menghadirkan kota-kota yang sehat, layak huni, dan tangguh menghadapi bencana. Visi itu terwujud dalam Kebijakan Perkotaan Nasional (KPN) 2045 yang baru saja diluncurkan pada 15 September 2025.

“Pembangunan perkotaan tidak bisa lagi dipandang hanya dari sisi infrastruktur atau tata ruang. Kota harus menjadi tempat tinggal yang nyaman, aman, dan berkelanjutan bagi warganya,” kata Deputi Bidang Pembangunan Kewilayahan Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam, saat peluncuran KPN 2045.

KPN sejatinya bukan hal yang benar-benar baru. Bappenas telah merumuskan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) sejak 2011. Dokumen itu kemudian berkembang menjadi Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) pada 2015, yang masuk ke dalam RPJMN 2015–2019.

Seiring waktu, berbagai agenda global seperti Paris Agreement, SDGs 2030, dan New Urban Agenda 2016–2036, telah menjadi dasar penyesuaian strategi pembangunan perkotaan. Artinya, arah kebijakan kota di Indonesia selalu bergerak dinamis, mengikuti tantangan zaman.

Titik balik terjadi pada 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda. Pemerintah menyadari bahwa kota bukan hanya ruang ekonomi dan pusat pertumbuhan, melainkan juga tempat yang harus siap menghadapi krisis kesehatan dan bencana. Pandemi membuka mata bahwa ruang kota harus dirancang dengan visi jangka panjang yang lebih ramah lingkungan, lebih inklusif, dan lebih adaptif.

Medrilzam menegaskan, keberhasilan visi 2045 membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan lintas wilayah administratif. Kota bukan hanya urusan pemerintah pusat atau daerah, tetapi juga melibatkan masyarakat, dunia usaha, hingga komunitas lokal.

“Atas dasar itu, pada 2023 kami memutakhirkan Kebijakan Perkotaan Nasional agar bisa menjadi arahan pembangunan kota hingga 2045. Dokumen ini sudah terintegrasi dalam RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029,” ujarnya.

KPN 2045 hadir dengan misi besar: memastikan bahwa ketika Indonesia memasuki usia satu abad kemerdekaan, kota-kotanya bukan hanya pusat pertumbuhan ekonomi, melainkan juga ruang hidup yang memberikan kualitas hidup terbaik bagi warganya.

Bagi masyarakat, visi itu mungkin akan terasa sederhana: udara lebih bersih, transportasi publik lebih baik, ruang terbuka hijau lebih luas, dan rumah tinggal lebih terjangkau. Namun di balik kesederhanaan itu, ada kerja panjang perencanaan lintas dekade yang kini mulai dijalankan pemerintah.

Baca Juga :  Dukung Pelestarian Sejarah dan Budaya, Kemenkum Hadiri Kirab Akbar Ritual Budaya dan Perayaan HUT YM Makco Thian Siang Sing Bo

Kehidupan Kota 2045

Bayangkan tahun 2045, ketika Indonesia merayakan satu abad kemerdekaan. Lebih dari 236 juta jiwa atau 72,9 persen penduduk akan tinggal di kawasan perkotaan. Jalanan akan semakin padat, hunian makin sempit, dan kebutuhan dasar seperti air bersih atau transportasi publik menjadi taruhannya.

“Kalau perencanaan pembangunan kota tidak ditangani sejak sekarang, maka pada 2045 pengelolaan perkotaan akan semakin berat,” ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri, Safrizal.

Urbanisasi membuka peluang pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, kota bisa berubah menjadi tempat yang penuh masalah, seperti permukiman kumuh, sanitasi buruk, hingga angka kemiskinan yang terus meningkat.

Safrizal menyebut tantangan perkotaan sangat nyata. Drainase yang tidak memadai bisa membuat banjir menjadi langganan tahunan. Transportasi umum yang terbatas bisa menjerat warga dalam kemacetan panjang. Kualitas kesehatan masyarakat juga bisa menurun karena lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat.

Air bersih pun menjadi isu krusial. Sebagian besar kota masih bergantung pada air tanah, yang kualitasnya kerap tercemar dan tidak dikelola dengan baik. Sampah, baik dari industri maupun rumah tangga, akan terus menumpuk jika tidak dikelola secara cermat dan inovatif.

Bagi seorang ibu rumah tangga, keterbatasan air bersih bisa berarti antre setiap pagi di sumur umum hanya untuk mendapatkan beberapa ember air. Bagi seorang pekerja, minimnya transportasi umum bisa berarti berjam-jam terjebak macet dalam perjalanan pulang-pergi. Bagi anak-anak, tinggal di kawasan kumuh bisa berarti tumbuh dalam lingkungan dengan risiko penyakit yang tinggi.

Safrizal menegaskan, semua persoalan ini tidak boleh dibiarkan menumpuk hingga menjadi krisis. “Isu-isu perkotaan harus diatasi dengan kebijakan dan solusi yang inovatif,” katanya.

Harapan itu kini ada di tangan perencana, pembuat kebijakan, dan masyarakat sendiri. Jika dikelola dengan baik, kota 2045 bukan hanya sekadar pusat ekonomi, melainkan juga rumah besar yang sehat, aman, dan layak huni bagi ratusan juta jiwa penduduk Indonesia.

Baca Juga :  Sabet Lima Penghargaan Nasional dari BKN, Gubernur Khofifah Optimis Pemprov Jatim Jadi Role Model dan Menuju Lumbung Talenta Nasional

Arah Pembangunan Kota

Pemerintah meluncurkan KPN 2045 sebagai arah pembangunan kota masa depan yang seimbang, inklusif, hijau, dan tangguh. Dokumen ini disusun sebagai peta jalan kolektif menuju Indonesia Emas 2045, sekaligus menjawab tantangan urbanisasi yang semakin kompleks.

Kebijakan tersebut diprakarsai Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menekankan bahwa KPN 2045 diperlukan untuk mengubah urbanisasi menjadi kesejahteraan yang adil dan berkelanjutan. Ia menyebut kota di masa depan akan menjadi pusat gravitasi pembangunan nasional, sehingga diperlukan perencanaan yang matang dan terukur.

Saat ini, lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, dan pada 2045 jumlahnya diproyeksikan hampir mencapai tiga perempat populasi. Namun, dampak urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dinilai belum optimal.

Dibandingkan rata-rata Asia Timur dan Pasifik, kontribusi pertumbuhan penduduk perkotaan terhadap PDB per kapita Indonesia masih relatif rendah.

Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menekankan perlunya mewujudkan kota masa depan yang produktif sekaligus manusiawi.

Keberhasilan pembangunan kota tidak hanya ditentukan oleh rencana di atas kertas, tetapi juga oleh tindakan nyata di lapangan. “Saya ingin kita semua menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga segala desain, roadmap yang tengah kita kawal bersama ini benar-benar bisa dieksekusi. Planning is everything, tanpa perencanaan, bisa berantakan,” ujar Menko AHY.

Ia mengingatkan bahwa pembangunan perkotaan menghadapi dilema besar: kecepatan, biaya, dan kualitas. Dengan keterbatasan anggaran, pemerintah pusat dan daerah harus pintar memilih prioritas agar pembangunan tidak hanya cepat, tetapi juga tetap berkualitas dan ramah lingkungan.

“Kalau kita ingin murah, tapi juga terjaga, pasti lambat waktunya. Kita ingin mengejar 10 tahun pertumbuhan yang signifikan. Di sinilah trilemma hadir, dan di sinilah peran para urban planner serta kepala daerah. Kita harus benar-benar menghadirkan kebijakan yang tepat,” jelasnya.

Baca Juga :  Gubernur Khofifah Berangkatkan 361 Tim Ekspedisi 80 Arjuno, Ajak Rawat Nasionalisme Lewat Kibaran Bendera Merah Putih dan Konservasi Alam

Menko AHY juga menyoroti masalah-masalah klasik kota besar seperti kemacetan, polusi udara, penurunan muka tanah, krisis air bersih, hingga darurat sampah. Semua tantangan ini, menurutnya, perlu dijawab dengan inovasi dan pemanfaatan teknologi, mulai dari transportasi publik berbasis listrik hingga energi terbarukan.

“Kita paham bahwa kota bukan sekadar ruang fisik, tapi juga menjadi pilar kehidupan masyarakat. Everything is going on in this city. Jakarta misalnya, juga kota-kota besar lain di Indonesia. Ekonomi, politik, sosial, budaya, dan inovasi terjadi di sini. Dari pengalaman saya sebagai militer, tentu saya juga menekankan bahwa kota-kota besar sering kali menjadi center of gravity dalam sektor pertahanan dan keamanan negara,” tegas Menko AHY.

Dalam visi KPN 2045, Menko AHY menggarisbawahi lima fondasi utama untuk membangun kota masa depan, yaitu: infrastruktur hijau dan tahan bencana, akses layanan dasar yang merata, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, tata kelola pemerintahan yang bersih dan adaptif, serta skema pembiayaan inovatif.

“Kita harus terus membangun kolaborasi ini. Pendekatan lintas sektor saya rasa yang terbaik untuk menghadirkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Sekali lagi, bersama kita bisa mewujudkan kota yang semakin maju, sejahtera, berkeadilan, dan berkelanjutan,” kata Menko AHY.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa KPN 2045 hanya bisa berhasil jika dijalankan dengan kerja sama yang erat antar-kementerian, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga mitra internasional.

“Kami saat ini mengorkestrasi lima kementerian teknis. Banyak tugas infrastruktur yang tidak bisa diselesaikan sendiri. Karena itu, kita harus terus membangun kolaborasi lintas sektor agar KPN 2045 benar-benar menjadi panduan eksekusi pembangunan perkotaan di Indonesia,” pungkasnya.

KPN 2045 lahir dari kebutuhan mengelola urbanisasi yang semakin pesat. Sejak 2010, mayoritas penduduk Indonesia sudah tinggal di perkotaan. Pada 2045 jumlahnya diperkirakan mencapai 72,9 persen. Sayangnya, peningkatan 1 persen urbanisasi selama ini hanya mampu mendongkrak PDB per kapita sebesar 1,4 persen—angka yang masih rendah. Karena itu, strategi pembangunan kota yang lebih cerdas dan berkelanjutan dinilai sangat mendesak.

sumber